aku-tu hanyar bisa ba-ulah, jangan heran !

blog kampungan / wong ndeso

Selasa, 19 November 2013

Alangkah Buruknya Dosa DR. Khalid Abu Syadi


Ketaatan kepada Allah Akan Diikuti Ketaatan yang Lain Apabila seorang hamba taat kepada Allah swt., maka malaikat akan segera mendekatinya dan dengan sendirinya setan akan menjauhinya. Malaikat tidak akan mengajak seorang hamba kecuali kepada ketaatan, kebajikan, dan penyucian jiwa. Maka orang-orang berkata; "Ketaatan itu laksana wanita yang subur (banyak melahirkan). Dan ganjaran dari ketaatan adalah ketaatan juga." Oleh karena itu, jika kamu menyaksikan seseorang sedang melakukan ketaatan, ketahuilah bahwa sesungguhnya ketaatan yang ia lakukan memiliki banyak saudara. Lihatlah perhatian Khalid Al-Ashri terhadap kandungan kata-kata di atas, serta apa yang ia lakukan untuk membuat para ma­laikat mendekatinya setelah melakukan ketaatan. Ia memperlihatkan kepada para malaikat amal kebajikan yang telah ia lakukan, agar mereka segera melaporkannya ke hadapan Allah swt. Khalid al-Ashri memiliki kebiasaan berfikir mengingat Allah swt. setiap pagi hingga terbit mentari. Kemudian ia menutup pintu rumahnya setelah merasa yakin bahwa para malaikat berada di dekatnya dan setan menjauh darinya. Kemudian ia berkata kepada para malaikat yang berada di dekatnya, "Selamat datang wahai para malaikat Allah. Demi Allah hari ini aku menunjukkan kepada kalian kebajikan, diri ini. Maka sambutlah, “Bismillah, Subhanallah walhamdulillaah walaa ilaahaillah wallaahu akbar” Menjadi Penyebab Sial bagi Semua Makhluk di Sekitarnya Pelaku maksiat tidak saja mendatangkan kemudharatan bagi dirinya sendiri, namun juga bagi siapa saja yang berada di sekitarnya, baik manusia, jin, hewan, pepohonan, maupun bebatuan. Dosa yang ia perbuat akan merugikan makhluk lain, kendati secara lahir ia sama sekali tidak menyakiti dan berbuat jahat kepada makhluk lain tersebut. Suatu ketika Abu Hurairah r.a. men kritik pemahaman yang salah mengenai hal ini, yaitu tatkala ia mendengar seorang berkata, "Orang yang zalim hanya menzalimi dirinya sendiri." Lalu Abu Hu­rairah r.a. menjawab, "Kamu bohong, Demi Zat yang jiwaku ada dalam genggaman-Nya, seekor burung Hubara (jenis burung yang berkaki panjang dan berbadan besar) mati dalam sarangnya karena perbuatan orang zalim." Anas bin Malik r.a. mengatakan, "Se­ekor biawak hampir saja mati kelaparan di dalam sarangnya akibat kezaliman ma­nusia." Oleh karena itu, akibat dosa yang terus-menerus dilakukan manusia dan pengaruh fatal akan berakibat pada makhluk lainnya. Makhluk-makhluk tersebut pun meminta pertolongan serta kekuatan dari Allah swt. untuk melawannya. Mereka memohon kepada-Nya agar pelaku dosa tersebut tidak bisa merasakan nikmat dan rahmat-Nya, serta menerima laknat-Nya. Dalam menafsirkan firman Allah swt., "... dan dilaknati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat melaknati." (al-baqarah: 159) Mujahid berkata, "Segala hewan melata di atas permukaan bumi kalajengking dan kumbang, terhalang dari siraman hujan akibat kesalahan manusia." Mutiara Hikmah Ibnu Syibrimah, seorang pakar fiqih asal Irak, berkata, "Saya sangat heran pada manusia yang selalu menjaga makanannya karena khawatir akan penyakit, namun tidak menjaga dirinya dari dosa karena khawatir akan siksa api neraka." Bangunlah Wahai Hamba yang Sedang Tertidur Pulas Sungguh mengherankan, ketika kamu kehilangan satu biji-bijian yang kamu miliki, kamu menangis. Sedangkan ketika ka­mu kehilangan surga, kamu tertawa ter-bahak-bahak. Jika gelimangan harta haram yang melingkupi dirimu lebih rapat dari kain penutup Ka'bah, maka kamu akan keluar dari dunia dalam keadaan telanjang tanpa busana, laksana Hajar Aswad yang tidak tertutup apa-apa. Dunia hanyalah mimpi belaka, dan kematian adalah kebangkitan yang sesungguhnya. Sedangkan hari pembalasan adalah tafsiran mimpi tersebut. Dunia bagai lautan luas, sedangkan pesisir pantainya adalah pekuburan. Dan se-karang perahu yang kamu tumpangi telah mendekati pesisir itu. Kamu didik anjing peliharaanmu untuk mengekang keinginannya untuk memakan binatang buruan yang ia tangkap sebagai rasa syukur kepadamu dan karena takut kepadamu. Berapa banyak yang telah Allah dan Rasulullah saw. ajarkan ke­padamu, sedang kamu tetap seperti ada-nya dirimu, tanpa berubah sedikit pun. Penyadaran dari Rasulullah saw. Tidak ada sesuatu pun yang dapat menyadarkan dan mengingatkan akal dari kenikmatan mabuk dan kelalaian, selain mengingat api neraka. Oleh karena itu, tatkala Rasulullah saw. menghadapi orang yang akalnya rusak dan tidak sadar, maka beliau sengaja menyebut dan mengingatkannya dengan kata an-naar atau api neraka. Ketika Rasulullah saw. memperingatkan mereka yang enggan shalat berjamaah, beliau bersabda; "Sungguh aku berniat untuk memerintahkan orang-orang mengumpulkan kayu bakar. Kemudian aku memerintahkan mereka untuk menunaikan shalat, sehingga dilantunkanlah azan dan aku . perintahkan salah satu dari mereka, menjadi imam. Kemudian aku mendatangi orang-orang yang tidak shalat \ jamaah dan aku bakar rumah mereka. " (Hadits Sahih) Ketika memperingatkan laki-laki yang mengenakan emas beliau bersabda; "Salah seorang dari kalian dengan sengaja telah meletakkan bara api di tangannya." (Hadits Sahih) Juga ketika memperingatkan orang-orang yang memakan harta orang lain de­ngan batil dan diadukan perkaranya kepada beliau, beliau bersabda, "Sesungguhnya aku adalah manusia biasa, sedangkan kalian mengadukan perselisihan kalian kepadaku. Bisa saja salah satu dari kalian lebih pandai mengutarakan argumen dari yang lain, sehingga aku memutuskan perkaranya sebagaimana yang aku dengar. Maka barangsiapa yang telah aku beri keputusan dengan mengambil hak muslim lainnya, sesungguhnya hak tersebut adalah sepotong bara api neraka. Oleh karena itu, ambil atau tinggalkanlah bara Itu." (Hadits Sahih) Nasihat ini tak lain adalah karena Rasulullah saw. sangat mengasihi dan menyayangi umatnya, hingga beliau cukup memukul muka kita dengan kata an-naar (api neraka), sebagai ganti jilatan api neraka yang sesungguhnya kelak.Orang yang benar-benar berakal, jika mendapat peringatan akan segera sadar, lalu menjawab peringatan tersebut dengan bertobat dan memperbarui keimanannya. Wahai orang yang menjual kenikmatan surga dengan sesuatu yang sama sekali tidak berharga, kalau kamu memang tidak memiliki pengalaman tentang nilai suatu dagangan, maka tanyakanlah kepada orang-orang saleh. Merekalah pakar yang berpengalaman, yang mengetahui nilai suatu dagangan. Alangkah anehnya, Allah swt. memberikan barang dagangan kepadamu berupa jiwa dan harta, kemudian Dia membelinya darimu, Dia juga menjanjikan surga yang abadi sebagai gantinya. Dan utusan-Nya yang melaksanakan kesepakatan jual beli tersebut adalah Rasulullah saw.. Demi Allah, bagaimana kamu bisa menjualnya kepada selain Allah de­ngan harga yang sangat murah? Bagai­mana kamu mengganti daganganmu tersebut dengan sesuatu yang teramat kecil di dunia dan tidak berharga? Padahal semua itu di sisi Allah hanya sebesar sayap nyamuk. Matinya Hati Muhammad bin Wasi' yang bergelar Zainul-Qur'an berkata tentang matinya hati, "Dosa demi dosa membuat hati seseorang mati." Oleh karena itu, ketika seseorang ber­kata kepada Said ibnul Musayyab bahwa Abdul Malik bin Marwan berkata, "Saat ini, aku tak lagi merasakan kebahagiaan karena kebajikan yang aku lakukan. Aku juga tidak lagi merasakan kegelisahan karena dosa yang aku perbuat." Maka Said ibnul Musayyab berkata, "Saat itu hatinya telah mati." Contoh di atas bukanlah satu-satunya pertanda matinya hati, melainkan masih banyak indikasi lainnya, seperti yang tertera berikut ini. 1. Merasa senang dengan perbuatan dosa dan berusaha menampakkannya. 2. Keinginan yang membara untuk berkumpul dengan orang-orang yang selalu berbuat maksiat. 3. Merasa tertekan ketika melihat orang-orang yang taat. 4. Senantiasa berbuat dosa dan tidak segera bertobat. 5. Tidak lagi merasa sedih dengan hilangnya perbuatan taat. 6. Tidak lagi menolak kemungkaran, baik itu dengan tangan, lisan, maupun hatinya. Wahai Saudaraku, aku senantiasa mengingatkanmu dan aku katakan; Ingatkan selalu hatimu dari tidur pulasnya Karena orang yang mendapat taufik adalah yang senantiasa waspada Jika aku tidak sadar akan nasihat yang diberikan kepadaku Maka jadikanlah dirimu sadar akan nasihat itu Mutiara Hikmah Ibnul Jauzi mengingatkan, "Jangan kamu remehkan dosa walaupun ringan. Ka­rena rumput yang lemah jika dianyam bisa menjadi tali yang kuat, hingga mampu mencekik onta yang gemuk." Meremehkan Hak Allah swt atas Hamba Dosa membuat seorang hamba berani melanggar batasan-batasan yang telah digariskan oleh Allah swt.. Oleh karena itu, hatinya selalu condong kepada kemaksiatan, selalu melanggar apa yang telah diharamkan Allah swt., dan terhapus dari ingatannya semua sinonim kata tobat. Oleh karena itu, ketika Anas bin Malik r.a. menyaksikan generasi tabi'in, ia berkata, "Kalian telah melakukan perbuatan-perbuatan yang di mata kalian amat sepele dibanding halusnya rambut, sedangkan di zaman Rasulullah saw. kami menganggap perbuatan-perbuatan tersebut termasuk dosa besar." Anas bin Malik r.a. mengatakan hal ter­sebut karena keimanan para sahabat jauh dari kotoran yang menutup pandangan mereka. Sehingga mereka mengetahui kemampuan dan keagungan Allah swt.. Oleh karena itu, salah satu dari mereka mengingatkanmu, "Janganlah kamu melihat kecilnya maksiat, namun lihatlah keagungan Zat yang kepada-Nya kamu berbuat maksiat." Tumpukan dosa demi dosa merupakan rekayasa setan dengan tujuan untuk men-cabut rasa takut kepada Allah swt. dari hati hamba-Nya, sehingga ia tenggelam dalam kubangan dosa, dan pada akhirnya membuat hatinya man' serta tidak mampu me-rasakan apa-apa lagi. Termasuk Munafik atau Mukminkah Kamu? Abdullah bin Mas'ud berkata, "Seorang mukmin sejati, melihat dosanya bagaikan gunung yang akan menimpa dirinya. Se­dangkan orang jahat melihat dosanya ba­gaikan lalat yang hinggap di hidungnya, seraya berkata, 'Seperti ini saja.' Maka terbanglah lalat tersebut.'" Ialah Ibnu Mas'ud, yang Rasulullah saw. Perintahkan kita untuk mengikuti nasihat-nasihatnya. Rasulullah saw. bersabda, "Apa yang diucapkan oleh Ibnu Mas'ud dariku, maka percayai-lah (terimaIah)." (Hadits Sahih) Kita semua melaksanakan perintah Rasulullah saw., untuk menerima apa yang dituturkan oleh Ibnu Mas'ud. Oleh karena itu, sekarang saya bertanya kepadamu; "Bagaimana kamu memandang dosa-dosamu? Apakah kamu memandangnya bagaikan gunung yang akan menimpa di-rimu atau bagai lalat yang hinggap di ujung hidungmu?" Tanyakan pada dirimu sendiri, sebab pertanyaan ini kami tujukan kepadamu dan kami hanya mengingatkan saja. Wahai saudaraku, kamu sendiri yang menentukan selamat tidaknya dirimu. Semakin besar tumpukan dosa dalam hati-mu, semakin hinalah kamu di hadapan Allah swt.. Namun semakin kamu merasa hina di hadapan Allah swt, maka semakin mulia kamu di sisi-Nya. Maka agungkan-lah Allah dalam Qalbumu, niscaya kamu akan merasakan beratnya dosa. Dan ini menunjukkan bahwa kamu benar-benar seorang mukmin sejati. Namun jika kamu meremehkan dosa-dosa tersebut, maka tulislah namamu dalam daftar orang-orang munafik. Tidak Mendapat Kenikmatan | Dunia Lebih Baik daripada | Tidak Mendapat Kenikmatan Akhirat Mungkin kamu belum pernah mende-ngar hadits Rasulullah saw. yang berbunyi; “ Jika kalian menyukai perhiasan dan sutra surga, maka janganlah kalian memakainya di dunia." (Hadits Sahih) Saudara-saudaraku, barangsiapa mengenakan sutra di dunia, maka kelak di akhirat ia tidak boleh memakainya. Barangsiapa meminum khamar di dunia, maka kelak ia tidak boleh meminum khamar surga. Barangsiapa di dunia melepaskan pandangannya kepada wanita yang bukan mahramnya, maka kelak ia tidak boleh memandang bidadari di surga. Dan barangsiapa di dunia senang mendengarkan musik, maka kelak ia tidak diperbolehkan menikmati musik akhirat. Ibnu Abbas berkata, "Allah mengirimkan angin yang menggoyang ranting pepohonan. Menciptakan suara-suara merdu bagi telinga manusia bak irama nyanyian dan lantunan lagu. Wahai telinga, jangan­lah kamu gantikan suara-suara itu dengan petikan tali gitar dan ingar–bingar pesta Mutiara Hikmah Salamah bin Dinar berkala, "Jika kamu menginginkan sesuatu menjadi milikmu kelak di akhirat, maka tinggalkanlah ia hari ini." Ibadah yang Sia-Sia Nabi Muhammad saw. bersabda, "Berapa banyak orang yang berpuasa namun tidak mendapatkan apa pun kecuali lapar dan dahaga, dan berapa banyak orang yang shalat malam namun tidak mendapat apa-apa kecuali begadang saja." (Hadits Sahih) Renungkan apa yang diperoleh orang yang berpuasa namun sia-sia karena dosa yang ia perbuat seperti menggunjing, berbohong, melihat yang diharamkan, dan menyogok. Merugilah ia di akhirat. Ia telah menjual agamanya dan membuat tubuh-nya lelah, tanpa ada hasil dan keuntungan. Yahya bin Katsir berkata tentang orang yang berpuasa namun tetap menggunjing, bahwasanya orang tersebut, "Menahan dirinya (berpuasa) dari sesuatu yang halal dan baik, namun ia berbuka dengan sesua­tu yang haram lagi menjijikkan yaitu daging saudaranya. Maksudnya ia menggun­jing saudaranya tersebut." Juga renungkan dengan saksama orang yang menunaikan shalat dengan niat agar dilihat orang lain. Sia-sia amalnya dan lenyap pahalanya hanya karena kesalahan hatinya. Mewarisi Sifat Buruk Orang yang Telah Dibinasakan Setiap jenis perbuatan maksiat adalah warisan umat-umat terdahulu yang telah dibinasakan oleh Allah swt. Orang yang angkuh dan selalu membuat kerusakan di muka bumi telah mewarisi sifat Fir'aun. Orang yang sombong dan bertindak sewenang-wenang mewarisi sifat kaum Nabi Huud a.s.. Orang yang dengan sengaja mengurangi takaran dan timbangan, maka ia serupa dengan kaum Nabi Syu'aib a.s.. Dan barangsiapa menempuh jalan orang-orang yang dibinasakan Allah swt., maka ia juga akan binasa. Demikian pula dengan orang yang mengikuti jejak orang-orang yang sesat, niscaya ia pun akan tersesat. Uraian di atas sangat relevan dengan apa yang dijelaskan dalam salah satu hadits Rasulullah saw., sang pembawa kabar gembira dan peringatan; "Sebagaimana semak berduri, selama-nya tak akan menghasilkan anggur. Begitu pula orang-orang jahat tidak akan menduduki posisi orang-orang yang saleh. Maka, tempuhlah jalan mana saja yang kalian inginkan. (Namun ketahuilah) dengan melalui jalan yang kalian tempuh, kalian pasti akan sampai kepada orang-orang yang telah menempuhnya." Di Hadapanmu Ada Dua Jalan Di hadapanmu ada dua jalan, yaitu jalan Abu Bakar r.a. dan Umar r.a., atau jalan yang ditempuh oleh Abu Jahal dan Fir 'aun. Jadi, apakah jalan yang akan kamu tem­puh adalah jalan pengobatan hati dengan mengatasi hawa nafsu, mengikatnya de­ngan untaian tali-temali syara', dan meluluhkannya dengan rasa takut kepada Allah swt.. Kalau bukan jalan ini yang akan kamu tempuh, maka pengobatan yang cocok untuk hatimu adalah dalam kawah neraka Jahannam, yaitu dengan mengikat­nya dalam rantai-rantai panas dan meluluhkannya dengan siksa api neraka. Wahai Saudaraku, ketahuilah bahwa cahaya ketaatan bersinar terang di wajah orang yang taat, sedangkan kegelapan maksiat terlihat jelas di wajah pelakunya. Pada saat ajal tiba, golongan pertama yaitu ; orang yang taat akan mendapatkan kabar gembira, sedangkan golongan kedua yaitu pelaku maksiat, akan terempas dalam kerugian. Ketika masuk ke liang kubur, orang yang taat akan menempati ranjang surgawi, sedang mereka yang senantiasa dalam kemaksiatan akan bergulingan di atas bara api neraka. Ketika digiring ke Padang Mahsyar, golongan pertama akan menaiki kendaraan, sedangkan golongan kedua akan diseret. Dan ketika dikumpulkan di Padang Mahsyar, orang yang taat akan berada di bawah naungan Arsy Allah swt., dan sebaliknya, pelaku maksiat akan tenggelam dalam lautan keringat dan tidak dipedulikan. Ketika itu, para pelaku maksiat akan ditanya, "Apakah tidak datang peringatan kepada kalian?" Sedang­kan mereka yang taat akan disambut dengan ucapan, "Salam sejahtera bagi ka­lian karena kesabaran kalian, maka melangkahlah kalian di jalan orang-orang yang berbahagia, dan mintalah kepada mereka agar menemanimu, sehingga kamu mendapatkan kesaksian dari mereka. Di saat orang-orang taat berpuasa, para pelaku maksiat makan minum sepuas-puasnya. Dan di saat orang-orang taat menunaikan shalat malam, para pelaku maksiat terlelap dalam mimpi. Mata orang-orang taat senantiasa basah oleh air mata ketika menunaikan ketaatan, sedangkan para pelaku maksiat tertawa terbahak-bahak dalam kemaksiatan. Maka akankah kelak di akhirat kedudukan me­reka sama di sisi Allah swt.? Kegembiraan Setan Suatu ketika seseorang bertanya kepada Syekhul Islam Ibnu Taimiyah, "Apakah setan juga tidur?" la menjawab, "Kalau saja setan sempat tidur, pasti kita akan tenang." Setan tidak pernah tidur, ia senantiasa berusaha dengan gigih dan bekerja keras untuk menjauhkanmu dari surga dan mengajakmu masuk bersamanya ke dalam neraka. Maka bagaimana kamu bisa bersahabat dengannya, sedangkan ia berusaha menghancurkan dan membinasakanmu? Bagaimana kamu sudi membelanya, sedang Allah swt. telah mengusirnya dari taman surga karena enggan bersujud kepada Nabi Adam, ayahmu. Jika kamu jadikan setan sebagai sahabatmu, maka kamu telah memusuhi Allah swt. Saudaraku, segala dosa dan maksiat yang kamu perbuat membuat setan sangat senang dan bahagia karena dengan perbuatanmu itu, kamu telah menyamai setan dalam kemaksiatan. Padahal maksiat merupakan jalan menuju kekafiran, dan kekafiran adalah jalan menuju api neraka, dan setan tidak ingin berada di dalam neraka sendirian. Inilah rahasia mengapa tatkala manusia membaca ayat sajdah kemudian ia bersujud, maka setan menyingkir dan menangis seraya berkata," Alangkah celakanya aku, ia (manusia) diperintahkan untuk bersujud maka ia bersujud, sehingga balasannya adalah surga. Sedangkan ketika aku di-perintahkan bersujud aku enggan melaku-kannya, maka balasan bagiku adalah ne­raka." Oleh karena itu, tundukkanlah kesombongan setan dengan sering bersujud dan memanjangkan ruku, serta meninggalkan maksiat, sehingga setan akan terus me­nangis di dunia, sebelum tangisannya meledak kelak di pintu neraka Jahannam. Mutiara Hikmah Mathraf bin Abdullah berkata, "Seandainya seorang pemburu melihat bina-tang buruan, namun binatang buruan ter-sebut tidak melihatnya, bukankah ia ham-pir menangkapnya?" Orang-orang yang ada di sekitarnya menjawab, "Tentu." Kemudian Mathraf bin Abdullah melanjutkan, "Ingatlah, sesungguhnya setan me­lihat kita sedangkan kita tidak melihatnya, oleh karena itu kita menjadi sasaran empuknya." Su'ul Khaatimah Dosa pada akhirnya akan menggiring pelakunya menuju akhir kehidupan yang buruk (su'ul khaatimah). Hal ini karena manusia akan mati sesuai dengan kehidupan yang ia jalani. Maka bagi yang menginginkan mati dalam keadaan sujud, hendaklah ia memperbanyak ibadah shalat, bagi yang ingin mati dalam keadaan berpuasa hendaklah ia memperbanyak puasa dan bagi yang ingin akhir hayatnya dalam keadaan berzikir hendaklah ia memperbanyak zikir. Begitu pula dengan orang yang banyak melakukan maksiat. Ketika kamu mendapati seseorang yang akhir hayatnya su'ul-khaatimah, ketahuilah bahwa sepanjang hidupnya, orang tersebut hanya menghabiskan umurnya dalam kesia-siaan, sehingga ia tidak mendapatkan taufikketika ajal menjemput. Berikut ini dua buah contoh su'ul kha-atimah yang ditetapkan oleh Allah bagi me-reka sebagai buah dari dosa-dosa mereka. A. Muhammad bin Mughits al-Maghribi (wafat 403 H) Ia adalah pecandu berat khamar, ia amat tergila-gila dengannya dan telah mencicipi berbagai jenis, namun ia tidak pernah sadar dari kebiasaannya buruknya ter­sebut. Saat menderita sakit yang mengantarkannya kepada kematian, beberapa temannya yang ingin mengetahui kekuatannya bertanya, "Jika kamu ingin berdiri saat ini, mampukah kamu melakukan-nya?" Ia menjawab, "Jika aku mau, maka aku sudah pergi ke kedai milik Abu Zakaria sang penjual khamar dengan berjalan kaki." Lalu mereka bertanya terheran-heran, "Mengapa kamu tidak mengatakan bahwa kamu akan pergi ke masjid?" Maka Muhammad bin Mughits al-Maghribi menjawab, "Setiap orang yang mempunyai kebiasaan dalam hidupnya, maka kebiasaan itu tidak akan hilang be­gitu saja." Orang yang mati dalam suatu keadaan, maka ia akan dibangkitkan dalam keadaan tersebut. B. Mustafa Kamal at-Taturk (wafat 1358 H) Mustafa Kamal, nama indah yang tidak tepat untuk pribadinya. la memerangi Islam, meruntuhkan kekhalifahan, mengubah azan dengan bahasa Turki, menetapkan hari libur mingguan pada hari Ahad sebagai ganti dari hari Jumat, juga mengganti fungsi Masjid Aya Shafiya menjadi museum. Suatu hari ia merasa kesal ketika mendengar azan fajar berkumandang, lalu ia memerintahkan agar sang muazin dibunuh dan menara tempat azan tersebut di-hancurkan. Satu hal yang lebih lucu dan sangat menyedihkan, ia berwasiat untuk tidak di shalatkan sewaktu meninggal dunia. Maka terjadilah perdebatan ketika ia wafat. Apakah mayatnya dishalatkan, dan berarti melanggar wasiatnya atau tidak, sebagaimana si wasiatnya? Setelah perdebatan panjang, akhirnya orang-orang sepakat untuk menshalatkannya, namun tahukah Anda siapa yang berdiri menjadi imam? Ia adalah Syarafiuldin Afandi, pimpinan badan wakaf saat itu. la jugalah yang mencoba membujuk Presiden Turki berikutnya, Ishmat Inunu, untuk melakukan kekufuran yang at-Taturk sendiri tak mampu melaksanakannya, yaitu menjadikan bahasa Turki sebagai bahasa Al-Qur'an dan bahasa dalam ibadah, serta memaksakannya di seluruh masjid melalui kekuatan undang-undang. Syarafuddin inilah imam shalat at-Taturk pada saat itu, pantaskah ia melakukan hal tersebut? Sesungguhnya Allah swt. tidak menzalimi siapa pun. Apa yang Kamu Lakukan Setelah Uraian Tadi? 1. Ukurlah kadar keimananmu dengar menimbang sejauh mana pengaruhi dosa yang kamu perbuat terhadap dirimu. Atas dasar ini, maka tentukan kadar kebutuhan dirimu terhadap perbaikan dan pembenahan. 2. Langkah awal untuk kembali kepada Allah swt. adalah dengan mengingat kembali dosa yang telah kamu perbuat, merasakan kembali kegelisahan ketika melakukannya, merasakan penyesalan karena telah terjerumus di dalamnya, serta memikirkan pengaruh dan akibat perbuatan tersebut. 3. Barangsiapa saat ini menahan dirinya dari segala kenikmatan sesaat, maka kelak ia akan merasakan kenikmatan abadi. 4. Jika hatimu telah khusyu dan akalmu telah jernih, maka manfaatkanlah kesempatan emas ini. Bawalah jiwamu dengan penuh ketulusan untuk kembali kepangkuan Allah swt.. Bertobatlah de­ngan sebenar-benarnya, diiringi semangat membara dan terus melakukan kebajikan. Singkat kata, "Apabila desiran angin imanmu telah berembus, maka se- geralah memanfaatkannya." 5. Barangsiapa melakukan perbuatan orang-orang kafir, maka kelak di hari kiamat ia akan digiring bersama orang-orang kafir. Barangsiapa melakukan perbuatan orang-orang zalim, maka ke-lak di hari kiamat ia akan digiring bersama orang-orang zalim. Barangsiapa melakukan perbuatan orang-orang fasik, maka kelak di hari kiamat ia akan digiring bersama orang-orang fasik. 6. Jika kamu lupa pesan-pesan ini, maka ingatlah ketika kamu berada di daerah perkuburan. Jika kamu juga masih melupakannya, maka ingatlah ketika ka­mu bersama orang-orang saleh. Jika ka­mu masih juga tidak mengingatnya, ma­ka ingatlah tatkala kamu duduk di majelis taklim. Seandainya semua ini tak, lagi mampu mengingatkanmu, maka periksalah detak jantungmu, apakah kamu masih hidup atau sudah mati? 7. Barangsiapa membenci sesuatu pasti ia akan menyingkir darinya. Begitu pun sebaliknya, barangsiapa menyukai sesuatu, pasti akan ingin selalu melakukannya. Maka bacalah buku kecil ini dengan saksama dan ulangilah terus-menerus, hingga kamu benar-benar mam­pu menjauhi perbuatan-perbuatan dosa dan akhirnya mampu meraih ampunan dari segala dosa, serta dilindungi dari segala cela. Maka hendaklah kamu terus bertobat dan jangan pernah bosan melakukannya. Sumber: Buku Alangkah Buruknya Dosa Karya DR. Khalid Abu Syadi

7 Kriteria Pewaris Surga Firdaus ( Ciri-ciri Pewaris Surga ) Tafsir | Al-Mu'minuun 1-11


قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ -١- الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ -٢- وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ -٣- وَالَّذِينَ هُمْ لِلزَّكَاةِ فَاعِلُونَ -٤- وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ -٥- إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ -٦- فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاء ذَلِكَ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ -٧- وَالَّذِينَ هُمْ لِأَمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ -٨- وَالَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلَوَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ -٩- أُوْلَئِكَ هُمُ الْوَارِثُونَ -١٠- الَّذِينَ يَرِثُونَ الْفِرْدَوْسَ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ -١١- Sungguh beruntung orang-orang yang beriman, (yaitu) orang yang khusyuk dalam shalatnya, dan orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tidak berguna, dan orang yang menunaikan zakat, dan orang yang memelihara kemaluan-nya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka tidak tercela. Tetapi barangsiapa mencari di balik itu (zina, dan sebagainya), maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan (sungguh beruntung) orang yang memelihara amanat-amanat dan janjinya, serta orang yang memelihara shalatnya. Mereka itulah orang yang akan mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi (surga) Firdaus. Mereka kekal di dalamnya. (Al-Mu’minuun 1-11) Tafsir Ibnu Abbas Sesungguhnya beruntunglah orang-orang Mukmin. Qad aflahal mu’minuun (sesungguhnya beruntunglah orang-orang Mukmin), yakni sungguh sukses, selamat, dan berbahagialah orang-orang yang bertauhid dengan mengesakan Allah Ta‘ala. Mereka adalah orang-orang yang akan mewarisi surga, sedangkan orang-orang kafir tidak. Menurut yang lain, sungguh sukses dan selamatlah orang-orang Mukmin yang benar dalam keimanannya. Lafazh al-falaah (keberuntungan) menyiratkan dua hal, yakni: keselamatan dan kelanggengan. Selanjutnya Allah Ta‘ala Menerangkan sifat orang-orang Mukmin yang beruntung itu dengan Firman-Nya: (Yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya, Alladziina hum fii shalaatihim khaasyi‘uun ([yaitu] orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya), yakni orang-orang yang merendahkan diri, tawaduk, tidak melirik ke kanan dan kiri, dan tidak pula meninggikan tangan mereka (mengangkat kedua sikut) dalam shalat. dan orang-orang yang menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak berguna, Wal ladziina hum ‘anil laghwi mu‘ridluun (dan orang-orang yang menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak berguna), yakni orang-orang yang meninggalkan kebatilan dan sumpah yang tak perlu. dan orang-orang yang menunaikan zakat, Wal ladziina hum liz zakaati faa‘iluun (dan orang-orang yang menunaikan zakat), yakni menunaikan zakat harta mereka. dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, Wal ladziina hum li furuujihim haafizhuun (dan orang-orang yang menjaga kemaluannya), yakni menjaga kemaluannya dari hal-hal yang haram. kecuali terhadap istri-istri mereka atau (budak-budak) yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka itu tiada tercela. Illaa ‘alaa azwaajihim (kecuali terhadap istri-istri mereka), yakni empat orang istri. Au maa malakat aimaanuhum (atau [budak-budak] yang mereka miliki), dalam jumlah yang tidak terbatas. Fa innahum ghairu maluumiin (maka sesungguhnya mereka itu tiada tercela), yakni halal. Barangsiapa mencari di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Fa manibtaghaa waraa-a dzaalika (barangsiapa mencari di balik itu), yakni barangsiapa mencari cara selain cara yang halal. Fa ulaa-ika humul ‘aaduun (maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas), yakni orang-orang yang melanggar halal dan mengerjakan yang haram. Dan orang-orang yang memelihara terhadap amanat-amanat dan janjinya, Wal ladziina hum li amaanaatihim (dan orang-orang yang terhadap amanat-amanat), yakni terhadap perkara-perkara yang diamanatkan kepada mereka, seperti shaum, wudu, mandi janabat, titipan, dan sebagainya. Wa ‘ahdihim (dan janjinya), baik terhadap Allah Ta‘ala maupun terhadap sesama manusia. Raa‘uun (memelihara), yakni menjaganya dengan cara menunaikannya. dan orang-orang yang senantiasa memelihara shalatnya. Wal ladziina hum ‘alaa shalawaatihim yuhaafizhuun (dan orang-orang yang senantiasa memelihara shalatnya), yakni senantiasa menunaikan shalat pada waktunya. Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, Ulaa-ika (mereka itulah), yakni si pemilik sifat-sifat tersebut. Humul waaritsuun (orang-orang yang akan mewarisi), yakni orang-orang yang akan menghuni. (Yaitu) orang-orang yang akan mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya. Alladziina yaritsuuna ([yaitu] orang-orang yang akan mewarisi), yakni yang akan menghuni. Al-firdausa (surga Firdaus), yakni istana-istana ar-Rahman. Dalam bahasa Romawi, Firdaus berarti taman. Hum fiihaa khaaliduun (mereka langgeng di dalamnya), yakni mereka kekal di dalam surga, tidak akan pernah mati dan tidak akan pernah dikeluarkan darinya. Sumber : Al-Qur’an dan Tafsir Ibnu Abbas digital